5 tahun aku menuntut ilmu di perguruan tinggi. Setiap tahun itu memiliki ceritra yang berbeda. Ditahun-tahun awal masih dalam proses adaptasi; beradaptasi dengan tempat yang baru, lingkungan baru, orang-orang baru, sistem dan gaya hidup yang baru dan mencoba untuk memahamidan memastikan diri apakah benar aku seharusnya ditempatkan di kampus ini, di fakultas ini (FIK-red). Di tahun-tahun selanjutnya, aku berjuang untuk memberi yang terbaik lewat kuliahku. Salah satu indikator utama yang aku tetapkan adalah bahwa aku harus lulus dengan nilai yang sangat memuaskan alias cum laude. Itu tidak gampang. Tetapi pasti bisa!
Aku masih ingat betul bagaimana aku harus mempersiapkan diri menghadapi UTS (ujian tengah semester) dan UAS (ujian akhir semester). Wuuuih... Perjuangan banget... Belajar bisa sampai tengah malam, untuk memastikan bahwa apa yang aku pelajari selama ini sudah benar-benar aku kuasai dan pahami.
Sama halnya ketika aku di semester akhir, masa penentuan kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana, masa dimana aku membuat dan menyusun suatu penelitian. Ini juga sesuatu banget... sesuatu!! Aku ingat ketika aku harus mengumpulkan data ke suatu komunitas yang belum aku kenal, perjuangan bok... hehehe ...Tapi karena memang dinikmati prosesnya, pada waktu menjalani proses itu happy-happy saja!
Butuh pejuangan yang lebih besar lagi yaitu pada tahap pendidikan Profesi. Tahap pendidikan profesi ini di ambil ketika sudah lulus dari S1 keperawatan. Kegiatannya adalah untuk mempraktikan langsung ilmu yang sudah di dapat dibangku kuliah ket indakan nyata dalam bentuk asuhan keperawatan. Ternyata itu tidak gampang, tetapi aku yakin aku pasti bisa!
Ya itulah pengorbanan... Banyak yang sudah aku korbankan, ketika aku mengambil keputusan untuk kuliah di sini. Aku harus berjuang agar pengorbanan itu memiliki akhir yang indah dan tidak berujung pada suatu penyesalan.
Setelah aku lulus kuliah, aku ingin bekerja sesuai dengan
bidang yang telah aku geluti selama 5 tahun belakangan ini. aku mahasiswa
fakultas ilmu keperawatan,tentunya aku menjadi perawat setelah aku lulus.
Semasa kuliah aku optimis dan tidak skeptic akan bidang yang
akan kujalani. Aku tahu sejak dari semester perkuliah kalau Tuhan punya rencana
besar dalam hidupku menempatkan aku di FIK UI. Tidak kebetulan aku berada
dikampus ini, jadi aku harus memberikan yang terbaik.
Usahaku tidak sia-sia. Berkat anugarah Tuhan, doa, kerja
keras, usaha, bimbingan dan dukungan aku dapat lulus S1 dan mendapat gelas
S.Kep. dan Ners dengan predikat Cum laude. Hasil yang sangat membanggakan bagi
diriku dan keluargaku.
Setelah aku lulus, aku kira aku akan menghadapi masa-masa yang
menyenangkan. Kenyataannya itu memang benar, aku merasa bebas, plong dan sangat
lega. Lega sekali. Selesai sudah tugasku. Tidak ada lagi tugas kuliah, tidak
ada lagi kerja kelompok, tidak ada lagi diskusi, praktikum, tidak ada lagi
kunjungan rumah sakit, panti jompo, komunitas, tidak ada lagi ujian. Ujian yang
menjadi momok yang sanat menakutkan. Aku seperti terlahir kembali dengan penuh
kemerdakaan. Tapi ternyata aku salah. Salah dalam memaknai semua itu. Apakah
tujuan hidupku hanya sebatas lulus kuliah? O… tidak bisa!! Aku tiak bisa
seperti itu, aku masih mempunyai mimpi. Mimpi untuk membawa bangsa ini kearah
perubahan yang lebih baik, khusunya dalam bidang kesehatan. Itu harus kucapai…
tentunya untuk mencapai itu harus dengan usaha dan kerja keras lagi, mulai dari
bawah.
Tantangan baru datang. Dunia kerja sebagai tempat untuk aku
dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperjuangakan. Aku tidak mau ilmu itu
menguap begitu saja tanpa menyiram dan memberi kesegaran bagi mereka yang
membutuhkannya. Tentunya harus aku gunakan untuk kepentingan orang banyak.
Sangat idealis bukan…?? Walaupun tidak dapat dipungkiri, aku juga butuh dana
untuk membiayai hidupku. Tapi uang bukan tujuan akhir, uang hanya bonus dari
pekerjaan yang dilakukan dengan sepenuh hati dengan tetap berfokus kepada
Sumber Hidup ini.
Yang menjadi pertanyaan adalah dimana aku akan bekerja?
Awalnya aku sangat bingung. Aku mengajukan lamaran di berbagai rumah sakit, baik rumah sakit
swasta maupun negeri, bahkan di perusahaan. Aku diwawancara di berbagai rumah
sakit, bahkan aku sempat bekerja di klinik perusahaan yang terkenal. Tetapi
jujur, aku tidak nyaman, bukan karena masih dalam proses adaptasi, tetapi
memang aku yakin ilmuku yang rumit itu tidak dapat diaplikasikan di sebuah
klinik.
Aku mencari dan terus mencari. Ditengah-tengah kebingunanku,
aku kembali menemukan kepastian kalau Tuhan pasti memberi yang terbaik. Tidak
lama waktu berselang, handphone-ku bordering. Nomor baru. Tanpa piker panjang
aku angkat saja, entah siapapun itu aku tidak perduli. Yang pasti pasti ada
sesuatu, sehingga orang ini menghubungi aku. “Halo..” jawabku, “Hallo.. selamat
siang.. benar ini dengan Leo Ginting? Ya saya sendiri… Apakah Leo mengirimkan surat lamaran sebagai
perawat di rumah sakit Siloam? Ya.. baiklah, kalau begitu Anda boleh datang ke
rumah sakit Siloam untuk melakukan wawancara… Terima kasih...”
Jantungku berdegup kencang. Aku bahagia, ditengah-tengah
kecemasan dan pertanyaan persiapan apa yang harus aku lakukan untuk wawancara
itu? Puji Tuhan, ternyta orang yang aku sayangi sejak dari masa kuliah dulu,
juga dipanggil untuk wawancara di rumah sakit yang sama dan di waktu yang sama.
Kamipun segera mencari semua informasi tentang rumah sakit
itu, kami pahami visi-misinya, prestasinya dan semua yang perlu untuk
diketahui, kami cari semampu kami.
Hari itupun tiba, aku dan dia menjalani beberapa test dan
diwawancara dengan beberapa teman lainnya. Tapi keanehan dan kejanggalanpun
mulai terjadi. Aku dan dia, hanya menjalani 1 sesi wawancara pada hari itu.
Kata pewawancara kami, hal itu disebabkan karena bagian keperawatan yang
seharusnya mewawancarai kami sedang cuti dan kami dipersilahkan untuk pulang.
Kamipun berpikir positif, dan tetap mengharapkan sekali kalau kami dipanggil
wawancara untuk yang kedua kalinya. Waktu terus berjalan, panggilan itu tidak
kunjung datang juga. Kami terus menggunakan rasional kami dan berharap akan
segera ada panggilan lagi. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam dan
bahkan beberapa minggu kemudian, ada surat datang kepada kami berdua di
kos-kosan kami masing-masing. Surat itu berlogokan dan beralamatkan RS Siloam.
Rasanya campur aduk, tidak tahu apa yang dirasakan. Senang berada
ditengah-tengah kecemasan. Penasaran ingin segera tahu apa isi dari amplop
putih bergaris hijau itu
Aku dan Dia sama-sama membuka bungkusan kertas itu di tempat
kami masing-masing. Aku sendiri membukanya dengan tergesa-gesa, tidak sanggup
lagi membendung rasa penasaran yang sudah bergejolak dalam hatiku. Aku robek
amplopnya dan aku keluarkan isinya. Aku baca perlahan-lahan… kata demi kata aku
cerna baik-baik. Harapan itu masih ada. Aku masih berharap di surat itu ada
tertulis: “Selamat anda kami terima bergabung di RS Siloam…” atau paling tidak
“Anda kami harapkan datang kembali untuk wawancara selanjutnya…”, tetapi
kalimat seperti itu tidak juga aku baca. Sampailah mataku dibagian tengah dari
isi surat itu, dicetak tebal. Jantungku semakin berdegub kencang, aku
penasaran. Aku baca sekalai lagi kalimat
itu. Aku tidak percaya. Aku segera
menelefon pacarku, aku penasaran, apakah isi surat yang ia terima. Aku ingin
tahu. Ternyata, ada kabar bahagia. Selain mendaoat surat yang sama, kami juga
mendapat isi yang sama persis. Paling tidak perjuangan kami masih sama. Isi surat itu menyatakan
kalau kami masih punya kesempatan untuk mencari rumah sakit lain untuk
mengabdikan diri yang jauh lebih baik dari rumah sakit Siloam, alias kami tidak
diterima.
Huaaaaaaaaaaa…. Hatiku kecewa sekali. Sangat kecewa. Yang
kami sesalkan adalah dari rumah sakit itu tidak menyampaikan alasan mengapa
kami tidak diterima disana. Kalau disertakan alasan yang jelas, kami masih bisa
memperbaiki diri. Banyak pertanyaan dan
praduga yang muncul; apakah pada saat test academic, hasil test kami jelek atau ada hal lain? Tapi apa??? Tapi ya sudahlah, mungkin rumah sakit itu
memang bukan rumah sakit yang tepat buat kami bekerja.
Apapun yang kita rasakan dan alami dalam hidup ini, entah
bahagia atau dalam kondisi yang tidak menyengkan, itu semua hanya sementara,
waktu terus berjalan, hidup terus berputar dan kondisi hidup silih berganti itu akan terjadi pada setiap orang. Itu sama
artinya dengan kondisi yang aku alami baru-baru ini, aku tidak diterima di satu RS dan sungguh tidak
menyenangkan, tapi rasa itu berganti sudah, ketika aku diterima di RS
Fatmawati yang menjadi idola saai ini.
Setelah melalui berbagai test dan wawancara, saya diterima untuk
mengabdikan diri bagi nusa dan bangsa. Aku merasa sangat senang karena sekarang
statusku telah berubah dari seorang jobseeker (pengangguran) menjadi karyawan
(perawat). Semangat ini membara, jiwa untuk berkontribusi bagi masyarakat
berkobar, rasanya tidak sabar untuk bisa mengamalkan ilmu yang dengan susah
payah telah dipelajari. (Cieeeee.....) Aku berkata dalam hati: “Ini dia saatnya aku tunjukkan
bahwa aku adalah seorang Perawat on going Perawat Profesional, kenapa masih dalam
tahap on going? Ya, aku baru lulus, dan masih banyak hal yang harus dipelajari.
Aku harap seiring dengan berjalannya waktu, pengalamanku akan terus bertambah
dan dalam tahap proses itulah, aku akan menjadi perawat yang professional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar