Setelah aku lulus dari SLTP, aku masih bingung mau melantut ke SMA mana. Yang aku tahu aku harus masuk sekolah terbaik, tapi itu dimana aku belum tahu pasti. Ada beberapa sekolah yang menjadi incaranku dan beberapa diantaranya berada di kota Medan.
Tidak kebetulan, abangku bekerja di Medan. (Semuanya sudah
diatur dan direncakan oleh Tuhan dengan sedemikain rupa). Aku beranikan diri
untuk memilih sekolah di Medan, karena aku ingin memperluas wawasan dan
menambah pengalaman, sekaligus mendidik aku untuk bisa menjadi manusia yang
lebih mandiri lagi. Aku sampaikan itu kepada keluagaku dan mereka setuju dan
mendukung dengan pilihanku. Sebenarnya aku masih ragu, akan pilihanku untuk
pergi merantau, tetapi karena keluaga dan juga teman-teman banyak yang mendukung,
akhirnya aku bulatkan tekat kalau aku akan melanjutkan sekolah di Medan.
Setelah hari pengumuman kelulusan SLTP dan menerima izajah
aku langsung di jemput abang ke Medan. Itu artinya, aku pindah ke kota Medan
dan ini kali pertama aku tinggal berpisah dari orang tuaku. Jujur, aku tidak
yakin aku akan sanggup dan betah berpisah dari keluarga besarku, tapi semoga
aku bisa, amin.
Inilah awal hidup baruku di tanah perantauan untuk menimba
ilmu demi masa depan yang lebih baik. Itulah harapanku. Perjuangan baru pun
dimulailah ketika aku sudah terdaftar resmi sebagai siswa SMU baru di salah
satu sekolah swasta yang berada dibawah Yayasan Katolik, nama sekolah itu
adalah SMU Cahaya. Sekolah ini adalah salah satu sekolah bonavit di kota Medan
dan aku bisa berada didalamnya sudah sepatut dan selayaknya lah aku bisa
bersyukur kepada Tuhan.
Minggu pertama di Medan, aku benar-benar seperti orang yang
hilang, terasing disuatu tempat, dimana tempati itu benar-benar berbeda dengan
asal aku berada. Bentuk rumahnya, orang-orangnya, cara bicaranya, aktivitasnya
dan segala macam tetek bengek sosial dan budayanya, semuanya berbeda. Dan sama
seperti kebanyakan orang, aku merasa tidak nyaman dengan perubahan, walaupun
pada akhirnya perubahan itu membawa dampak kehidupan yang lebih baik. Memang
diperlukan pengorbanan yang tidak kecil untuk memperluas wawasan, menambah
pengalaman dan pelajaran yang menjadikan manusia mandiri.
Diperlukan waktu dan proses yang sangat menyakitkan untuk
bisa beradaptasi dilingkungan baru, itulah yang aku alami. Mulanya, aku tidak tahu apakah aku harus
senang atau sedih tinggal di kota terbesar ke-3 di Indonesia ini. Yang jelas,
aku merasa asing dan sangat tidak nyaman, aku belum bisa beradaptasi dengan
lingkungan baru ini, dimana aku tinggal paling tidak selama 3 tahun sampai aku
lulus dari SMU. Rasanya, waktu itu akan berjalan dengan lama sekali. Itulah
yang harus aku perjuangkan.
Hari pertama sekolah aku hanya bisa berdoa: “Ya Tuhan, tolong
aku, agar aku bisa beradaptasi di sini”. Aku bertemu dengan orang-orang baru
yang seusia dengan aku, teman-teman siswa baru. Mereka semua ramah dan baik. Aku
merasa kesepaian ditengah orang banyak, aku merasa kehilangan ditanah lapang
yang sangat luas ditengah gedung sekolah yang megah dan indah.
Aku melihat orang disekelilingku dan tak jarang juga aku
bertemu dengan sesama perantau. Tetapi tetap saja, entah mengapa aku tidak percaya
diri bergaul dengan mereka. Aku minder, aku merasa seperti orang yang bodoh dan
seperti orang yang tidak punya harapan. Hatiku, pikiranku, akal budiku kacau,
dihantui oleh ketidaknyamanan. Aku gelisah, aku bingung, aku cemas, aku
khawatir dan aku takut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar