We Can Do The Great Thing For God, when We Do A Little Things For Others

When We Love God, We Will Serve People

Kamis, 12 Mei 2011

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (ARDS)


Saya masih ingat akan masa-masa profesi dulu, apalagi pada stase KGD, yang katanya serem dan ganas abiszz... Maka saya mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, belajar dengan rajin dan tekun.. heheheh...  Setiap hari baca materi dan membuat laporan pendahuluan sebagai persiapan awal sebelum tejun ke pasien... ini dia salah satu LP yang telah disusun... Hmm.. sekarng ingin di upload aja ke blogg ini ah.. Mana tau nanti bisa bermanfaat untuk teman-teman yang ingin tahu tentang ARDS... Boleh di copy, tetapi harus tetap ingat ETIKA COPY-PASTE !! Cantumkan sumber... oce.... 

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI MATA AJAR KGD


A.    ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Selain itu, sistem pernapasan melakukan fungsi non respirasi yaitu memelihara keseimbangan air dan panas tubuh, keseimbangan asam dan basa, meningkatkan aliran balik napas, mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing, ekspresi emosi (tertawa, menangis, mengeluh).
Fisiologi pernapasan mencakup 3 proses utama yaitu:
1.      Ventilasi
Pergerakan udara antara alveoli dan atmosfer. Proses ventilasi meliputi pergerakan diafragma, perubahan tekanana transpulmonar, kompliens paru, dan tahanan jalan napas. Pada saat inspirasi, udara dari atmosfer masuk ke rongga thorax sehingga membuat rongga thorax/dada mengembang. Selama inspirasi, tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada tekanan atmosfer. Dan pada saat ekspirasi udara keluar dari rongga thorax sehingga mengakibatkan rongga thorax turun/menguncup. Selama ekspirasi, tekanan intra-alveolus lebih besar daripada tekanan atmosfer. Sedangkan selama siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih rendah dari tekanan intra-alveolus atau negatif.
2.      Difusi
Pergerakan CO2 dan O2 antara alveoli dan kapiler.
3.      Transportasi
-          Pergerakan O2 dari alveoli ke sel-sel
-          Pergerakan CO2 dari sel-sel ke alveoli
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru. Saluran pernapasan berawal dari saluran hidung (nasal) àtenggorokan (faring) à laring à trakea à bronkus à bronkiolus à alveolus.
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, berbentuk seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan. Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe 1 yang gepeng dan sel alveolus tipe 2. Sel alveolus tipe 2 mengeluarkan surfaktan paru, suatu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah pengembangan ekspansi paru. Di dalam lumen kantung udara juga terdapat makrofag alveolus untuk pertahanan tubuh. Dinding alveolus terdapat pori-pori Kohn ukuran kecil yang memungkinkan aliran udara antara alveolus-alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi kolateral. Terdapat kantung pleura yang memisahkan paru dari dinding dada. Permukaan pleura ini mengeluarkan cairan intrapleura encer, yang membasahi permukaan pleura sewaktu kedua permukaan saling bergeser satu sama lain saat gerakan bernapas. Sehingga jika terjadi peradangan pada kantung pleura (pleuritis) maka akan menimbulkan rasa nyeri dan auskultasi napas friction rub.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah sistem saraf pusat, spinal cord, sistem kardiovaskuler dan darah, thorax dan pleura, system neuromuscular, dan jalan napas bagian atas.

B.     GAGAL NAPAS AKUT
Gagal napas akut adalah kegagalan pernapasan jika tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) < 60 mmHg pada saat bernapas dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) > 50 mmHg. Gagal napas akut diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:
1.      Tipe 1: Gagal napas akut hipoksemia
Gagal napas ini sering juga disebut gagal paru/gagal pertukaran gas. Penyakit yang dapat menyebabkan gagal napas akut hipoksemia adalah COPD, pulmonary emboli, ARDS, pneumonia, CHF. Gagal napas ini melibatkan mekanisme rasio ventilasi/perfusi (V/Q) tidak sebanding, kerusakan difusi, dan shunt (anatomi: darah yang bergerak dari jantung sisi kanan ke kiri tidak mengalami oksigenisasi dan fisiologi: darah yang digerakkan oleh alveoli tidak membawa O2).
2.      Tipe 2: Gagal napas akut hiperkapnea
Gagal napas ini juga disebut gagal pompa/gagal ventilasi. Penyakit yang dapat menyebabkan gagal napas ini adalah otak (over dosis obat, trauma kepala), spinal cord/neuromuscular (myasthenia gravis/kerusakan pada saraf dikarenakan penurunan neurotransmitter yaitu asetilkolin yang menyampaikan info dari saraf ke otot, polio, tumor/trauma), dinding dada (flail chest, luka bakar).
3.      Tipe 3: kombinasi gagal napas akut hipksemia dan hiperkapnea

C.     ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (ARDS)
ARDS adalah gagal napas yang terjadi tiba-tiba dan progresif yang ditandai dengan dispnea, hipoksemia, difusi bilateral infiltrat (Black, 2002). ARDS diawali dengan berbagai penyakit serius yang pada akhirnya mengakibatkan edema paru difus nonkardiogenik yang khas. Istilah ini diperkenalkan oleh Petty dan Ashbaugh pada tahun 1971 setelah mengamati gawat napas yang akut dan mengancam nyawa pasien-pasien yang tidak menderita penyakit paru sebelumnya.

Etiologi ARDS, antara lain:
1.      Syok (hemoragik, kardiogenik, anafilatik, sepsis)
2.      Trauma (luka, emboli lemak berkaitan dengan fraktur  tulang panjang, cedera kepala, cedera dada langsung)
3.      Infeksi (bacterial pneumonia, viral pneumonia, fungal pneumonia, sepsis gram negatif, tuberculosis)
4.      Inhalasi gas beracun (asap rokok, O2 konsentrasi tinggi (FiO2 > 50%) yang lama (>48 jam), NO2, NH2, Cl2)
5.      Penggunaan obat-obatan (heroin, methadone, barbiturate, dextran 40, Thiazides, Ethchlorvynol, Fluorescein, Salicylates)
6.      Metabolik (uremia, KAD)

Patofisiologi ARDS
Hal yang khas pada ARDS ini adalah terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh berbagai etiologi salah satunya adalah aspirasi bahan kimia atau inhalasi gas berbahaya langsung toksik terhadap epitel alveolar. Kondisi ini menyebabkan epitel rusak dan terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar dan akhirnya menyebabkan edema interstesial. Membran kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi, dengan adanya cedera maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui oleh cairan, sel darah merah, sel darah putih, dan protein darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada interstisium dan jika melebihi kapasitas dari interstisium cairan akan berkumpul di dalam alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif.

Tiga fase yang menggambarkan terjadinya ARDS, yaitu:
1.      Fase I (Exudative)
Fase I terjadi 24 jam setelah kerusakan endotel kapiler dan kebocoran cairan kedalam interstisium pulmonal. Respon inflamasi disertai kerusakan parenkim pulmonal, dan mengeluarkan mediator toksik, aktivasi komplemen, mobilisasi makrofag, dan pengeluaran substansi vasoaktif dari mast cells.
2.      Fase II (Proliferative)
Fase II dimulai pada hari ke 7-10. Sel alveolus tipe 1 dan 2 telah rusak menyebabkan penurunan produksi surfaktan, alveolus kolaps, dan atelektasis yang mengakibatkan kerusakan pertukaran gas.
3.      Fase III (Fibrotic)
Fase ini terjadi pada minggu ke2-3. Pada fase ini terjadi penurunan fibrin secara irreversible ke dalam paru yang menyebabkan fibrosis paru yang lama-kelamaan mengakibatkan penurunan kompliens paru dan memperburuk hipoksemia. Hasil akhirnya mengakibatkan rasio ventilasi dan perfusi (V/Q) tidak sebanding dan hipoksemia arteri yang sangat besar.

Manifestasi Klinik ARDS, antara lain:
1.      Peningkatan RR dan dispnea 1-24 jam setelah cedera
2.      Auskultasi dada mungkin tidak terdengar, dan jika terdengar akan mengeluarkan suara crackles.
3.      Hasil AGD menunjukkan peningkatan hipoksemia (PaO2 <60 mmHg).
4.      Pada awal fase, respirasi alkalosis dikarenakan hiperventilasi. Kemudian asidosis metabolic yang terjadi dari peningktakan kerja pernapasan dan hipoksemia.
5.      Rontgen dada biasanya tergambar tersebar, bilateral dan secara progresif alveolar infiltrate/intersisial.


Pengkajian Keperawatan
1.      Tingkat kesadaran klien, ABC, riwayat pengobatan, dan faktor-faktor yang timbul
2.      Monitor tanda-tanda distress pernapasan: penggunaan oto-otot asessoris, perubahan SaO2, perubahan suara napas, peningkatan hipoksia.
3.      Monitor AGD asidosis/alkalosis
4.      Pengkajian neurologic (20% CO dibutuhkan pada fungsi otak yang normal)

Diagnosis Keperawatan
1.      Kerusakan pertukaran gas b.d edema pulmonal, sekresi, cairan dalam kapiler intersisial atau perubahan fibrosis.
2.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d eksudat dalam alveoli
3.      Ketidakefektifan pola napas b.d kelemahan otot-otot pernapasan, ketergantungan ventilator jangka lama.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan permintaan metabolisme

Intervensi Keperawatan
1.      Oksigenasi
a.       O2 yang adekuat dengan komplikasi minimal
b.      Volume tidal 6 ml/kg BB
c.       Asidosis: pemberian bikarbonat dan peningkatan RR ventilator
d.      FiO2 dijaga rendah untuk mempertahankan PaO2
e.       PEEP: meningkatkan oksigenasi arterial dan ventilasi alveoli yang kolaps
2.      Pemberian posisi prone
Pemberian posisi ini diberikan untuk meningkatkan oksigenasi dengan mengubah distribusi perfusi, mengurangi kompresi paru oleh jantung, meningkatkan komplien dinding dada, dan meningkatkan postural drainase.
3.      Cairan dan elektrolit
4.      Nutrisi
5.      Terapi lain
a.       Agen antiinflamasi seperti steroid
b.      Antioksidan
c.       Pengantian surfakaktan
d.      Peningkatan perpindahan cairan alveolar melalui aktivasi pompa Na, K, ATP ase dan mempengaruhi saluran sodium.

Daftar Pustaka
Black, JM., Matassin E. (2002). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. JB. Lipincott.co
Brunner, L.S, Doris Smith Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol. 3.E/8. Jakarta: EGC
Price, S A. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar